UAS BAHASA INDONESIA (PENUGASAN)


Angkringan Kopi Bui
(Ayyak Condro Purnomo)

“Secangkir kopi pagi ini, secangkir yang bahkan lebih tahu gundahku 19 menit belakangan.”

Mungkin apa yang ada di pikiran kita sama sekarang, aduhai. Kopi bagi sebagian besar orang adalah sarana berekspresi. Cita rasa pahit, hitam legam penuh filosofi menonjolkan antusiasme para penikmatnya. Candu tidak memberi sedikitpun rasa takut bagi seisi publik kopi. Ada yang beranggapan, kopi tidak hanya sekedar kopi jika anda “mengenalinya” lebih. Mengetahui detail proses serta teknik dari mulai panen, sortasi, fermentasi, dan pengeringan secara khusus bisa memberi kenikmatan yang sempurna. Namun, apapun alasan untuk mencintai kopi yang kita tahu kopi bisa jadi pemersatu ribuan watak.

Kopi mempunyai banyak manfaat, sekaligus pula banyak bahaya. Mengesampingkan hal itu, kopi adalah teman terbaik. Kandungan kafein dalam kopi pada awalnya hanya dikenal sebagai obat. Namun, pernah ada sebuah hentakan dari Pasqua Rosee (seorang pendiri kedai kopi pertama di London pada tahun 1652) yang mengeluarkan slogan berbunyi seperti ini, “Kopi membuat orang lebih bersemangat dan baik untuk mengatasi keletihan mata, kopi meredakan sakit kepala. Dan mencegah serta memperlebar saluran udara menuju paru-paru. Kopi juga baik untuk mencegah dan mengobati beri-beri, nyeri sendi, serta kekurangan vitamin C. Berdasarkan pengalaman, kopi adalah minuman terbaik sepanjang zaman. Cairan ini mencegah keletihan dan memperlancar urusan bisnis kita saat kita menghadapi negosiasi yang membutuhkan konsentrasi. Oleh karena itu, jangan pernah meminum kopi selepas makan malam, kecuali anda ingin terjaga sepanjang malam. Kopi anda menunda waktu tidur anda selama 3-4 jam.”

Kopi identik dengan musik slow dan lawas seperti jazz, folk, pop yang populer era 1970-an dan beberapa musik indie. Momen-momen menyeruput kopi dengan alunan musik tersebut sangat berhasil memanjakan nurani kita. Kegiatan seperti itu yang lebih pantas menyandang predikat kesenangan hakiki, bukan game online apalagi pencitraan di sosial media dan mendapat beberapa pengikut atau subscriber baru setiap harinya. Banyak kedai kopi di Jakarta menyuguhkan kopi-kopi terbaik mereka lengkap dengan musik tersebut. Fakta yang lebih menguatkan adalah bahwa kopi mempunyai komposisi yang bisa membantu penikmat melepas lelah 8 jam waktu kerja mereka setiap hari untuk merasuk jauh ke dasar ambang batas imajinasi manusia. Akan tetapi cukup sudah memuji kopi dari sudut pandang penikmat. Mari kita bedah apa potensi yang bisa dimanfaatkan dari magisnya kopi.

          Zaman sekarang ini sadar atau tidak beberapa kalangan orang lebih tertarik dengan sesuatu yang bernuansa klasik dan kuno. Beberapa tempat-tempat nongkrong sekarang banyak beraroma 1970-an. Alasan logisnya mungkin bahwa pemanasan global dan efek rumah kaca secara tidak langsung membuat pusing kepala manusia. Duduk di kedai kopi menenangkan mereka. Bisnis kedai kopi bagi wirausaha menjadi ladang usaha yang cukup menjanjikan.

          Nah sekarang pertanyaannya, bagaimana kita sebagai seorang wirausaha masuk ke celah kecil bisnis kedai kopi yang belakangan mulai menjamur ? Mengomentari hal ini saya punya prinsip yang saya pegang. Saya mengutip kalimat Raditya Dika dalam salah satu talkshow di daerah Palu, Sulawesi Tengah. Dalam sesi tanya jawab ada salah satu pendengar yang bertanya seperti ini, “Kenapa semua buku Raditya Dika judulnya binatang ?” Radit (sapaan akrab Raditya Dika) dengan lantang menjawab, “Kenapa binatang ? Karena awal-awal gue pengen beda. Ada ngga yang pengen jadi penulis disini ? Kalo mau jadi penulis, orang yang lebih jago nulis daripada lo tuh banyak orang yang lebih lucu nulisnya daripada lo tuh banyak berarti yang harus lo lakukan adalah bukan lebih bagus tulisannya bukan lebih lucu tapi lebih beda. Jangan jadi orang yang mencoba untuk lebih dari Pandji (Pragiwaksono), gue mau lebih dari Radit gitu ngga, tapi gue mau beda dari Pandji gue mau lebih beda dari Radit dan lainnya. Jadi harus beda. Nah waktu itu makanya judulnya pake nama hewan karena pengen beda.” Jelas Radit. Kalimat-kalimat Radit itu yang telah dan akan menginspirasi saya kedepannya. Akhir-akhir ini masyarakat tengah menggandrungi Es Kepal Milo, banyak yang langsung dagang juga. Ada cerita asli di kampung saya ketika becak gowes sedang amat ngetren. Banyak orang berlomba-lomba usaha seperti itu, padahal kenyataannya itu hanya bertahan kurang lebih 2 bulan saja. Nah belajar dari situ sepertinya kreatifitas dan mencari sesuatu yang jadi pembeda menjadi prinsip yang pantas dicoba.

          Kembali ke kopi, kedai kopi bermodel angkringan dengan desain interior penjara adalah salah satu konsep itu saya idamkan. Mengapa angkringan ? Karena angkringan seperti sudah menjadi barang langka. Terkecuali di daerah-daerah, banyak kota-kota besar yang sudah terjajah tempat makan modern. Bahkan sudah banyak restoran fast food bermodel “drive thru” yang bisa membuat kita memesan dan membeli makanan tanpa harus turun dari mobil. Sedikit banyaknya membuat orang individualis. Nah saya harap konsep angkringan ini mengingatkan pada nuansa tradisional. Nostalgia kekhasan cara orang-orang nongkrong tempo dulu jadi poin penting. Mengapa penjara ? Bukankah itu terdengar menyeramkan ? Yaa penjara memang menyeramkan. Tapi dibalik itu saya menginginkan konsumen saya seolah-olah terpenjara saking asiknya ngopi. Dipandu dengan musik lawas yang lebih lawas lagi seperti zaman The Beatles yang populer di periode 1960-1970, kita buat mereka tidak mau cepat-cepat pergi.

      Sepertinya saya lupa sesuatu, satu aspek penting dari bisnis ini. Kopinya itu sendiri. Robusta dan Arabica kita suguhkan. Namun, kita juga mengedepankan hasil kopi-kopi lokal Pekalongan seperti hasil perkebunan di daerah Petungkriyono. Secara blak-blakan kita jelaskan bahwa ini loh Pekalongan, punya potensi. Kita Indonesia secara umum dan Pekalongan secara khusus patut tahu potensi yang kita punya.


Orang-orang butuh tempat menenangkan diri. Dengan berbagai analisa strategi, mungkin bisnis ini akan sempurna. Pada akhir kata, menjadi beda adalah prinsip yang bisa dibiasakan dan harus menjadi kebiasaan. Karena tradisi tren dan kemajuan apapun semakin berkembang ke atas kita perlu tetap konvensional dan menjadi beda agar kita tidak benar-benar tergerus “dimakan” jaman. Dan tentang kopi, jika kita tau bagaimana cara menikmati kopi, maka kita akan tahu bagaimana cara menikmati hidup.

0 komentar:

Posting Komentar